Gadis kecil berambut ikal sepinggang itu bergidik saat cairan pekat berwarna hijau tua mengalir masuk ke tenggorokan. Dalam sekejap rasa pahit tak terkira menyusup dan membuatnya mual. Detik berikutnya, perut kecilnya berontak. Rasanya seperti dikocok, dipelintir dan tanpa bisa dicegah cairan yang belum sepenuhnya memenuhi lambung itu pun berbalik arah disertai suara tercekik yang tak tertahan.

“Hueek!”

Seketika lantai dapur berubah warna. Mata si gadis berair ketika seluruh isi perutnya tumpah. Sambil menangis, dia berlari cepat ke kamar mandi meninggalkan “area perang” yang mengerikan tadi. Selesai dari sana, ia masuk kamar sambil terus menangis.

“Wong dikon ngombe jamu ben sehat kok malah mutah!” Omelan sang ibu masih terdengar sayup. Si gadis menutup telinga dengan bantal dan membenamkan diri di atas kasur.

 

 

Insiden gamija (gagal minum jamu) itu masih terbayang jelas di benak saya. Itu bukanlah yang pertama. Sejak kecil saya terbiasa minum beragam jenis jamu. Tapi, khusus untuk jamu daun pepaya dan bratawali ini saya memasang bendera perang tinggi-tinggi.

Sebagai cucu seorang penjual jamu, aktivitas meracik dan membuat jamu sudah menjadi pemandangan biasa bagi saya. Setiap kali berkunjung ke rumah simbah, aroma pahit khas dedaunan obat bercampur dengan inggu dan aneka bahan pelengkap lainnya memenuhi penjuru rumah. Selain simbah, bude tertua dan bulik saya juga menjadi penjual jamu tradisional ini.  Menjelang subuh, mereka sudah sibuk menumbuk, memipis (menghaluskan aneka bahan jamu di atas batu datar dengan batu lain berbentuk lonjong), dan merebus dedauanan yang akan dijadikan jamu.

Meski terbiasa dengan  aktivitas per-jamu-an, saya tak lantas cinta mati sama mantan jamu. Rasa pahit dari beberapa jenis jamu tertentu sering kali membuat saya mual. Paling banter, saya bisa menenggak kunyit asam, beras kencur atau jahe, terutama saat PMS datang. .

Tinggal di desa membuat saya familier dengan kebiasaan hidup sederhana dan dekat dengan alam yang saya pelajari dari ibu dan simbah. Bagi mereka, keluarga dan alam adalah dua sumber terpenting dalam hidup.Selama ada memiliki orang-orang yang menyayangi dan saling mendukung, segala kebaikan alam akan membuat kita bahagia. Nggak perlu ngoyo. Hidup itu harus nrimo ing pandum.

Memanfaatkan lahan untuk menanam aneka tumbuhan herbal dan warung hidup adalah salah satu cara kami mengusahakan alam. Sangat tidak aneh melihat deretan pot berisi pohon cabai, terung, bayam, seledri, hingga rimpang jahe, lengkuas, kunyit, dan kencur di sekitar rumah. Beragam tumbuhan ini biasa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dapur dan menjadi obat yang manjur saat salah satu dari kami mengalami keluhan penyakit ringan seperti kembung, batuk, pilek, atau pegal-pegal. Seingat saya, kami jarang minum obat warungan atau berkunjung ke dokter kecuali jika benar-benar sakit yang lumayan berat.

Meski sempat terhenti saat harus menjadi anak kos dan jauh dari rumah, kebiasaan memanfaatkan kebaikan alam ini kembali berlanjut saat saya menikah. Halaman yang tak seberapa luas, saya manfaatkan untuk menanam beberapa jenis sayuran dan tumbuhan herbal seperti pohon salam, sirih, yodium, serai, lidah buaya, pohon kelor, dan pandan.

Koleksi tanaman herbal di halaman:

daun sirih
daun salam
Daun kelor

Lidah Buaya

Tanaman dengan nama keren Aloe vera ini sejak lama dikenal manfaatnya untuk merawat rambut. Kebaikan alami yang ada di dalamnya bahkan sudah banyak dipergunakan dalam dunia kecantikan dan kesehatan. Karakteristiknya yang mudah tumbuh tanpa perlu banyak perawatan, juga menjadi salah satu alasan banyak orang membudidayakannya.

Beberapa Manfaat Lidah Buaya
Mempercepat penyembuhan luka bakar
Meningkatkan imunitas
Menjaga kadar keasaman tubuh
Mengatasi masalah pencernaan
Sumber enzim dan asam amino
Menjaga kesehatan jantung
Menurunkan berat badan
Detoksifikasi

Teman-teman masih ingat saat Kevin terkena air panas beberapa waktu lalu? Lidah buaya ini menjadi salah satu pertolongan pertama yang saya manfaatkan untuk mengatasi rasa terbakar pada kulitnya. Selain itu, saya juga mengoleskannya saat kulit si papi melepuh setelah seharian berjemur di pantai. Beberapa kali, lendir lidah buaya ini juga saya manfaatkan untuk melembapkan dan merawat rambut serta mengusir jerawat.

Sebagai salah satu sumber enzim dan asam amino, lidah buaya ini jawara banget dalam menyokong proses metabolisme tubuh, yang bisa membuat kita terus aktif dan bebas dari masalah pencernaan seperti sembelit, mual, dan begah. Asal tahu saja, sistem pencernaan yang sehat akan membantu kita tetap fokus dan bebas migren.

Jahe

Manfaat tanaman herbal yang satu ini nggak perlu diragukan lagi. Tak hanya hebat untuk menghangatkan badan, jahe  juga ampuh mengatasi berbagai masalah kesehatan. Ibu saya bahkan menggunakan jahe di hampir semua masakannya.

Beberapa Manfaat Jahe

manfaat jaheMengatasi masalah pencernaan

Membantu detoksifikasi

manfaat jaheAntioksidan untuk mencegah penyakit kronis

manfaat jaheMembantu mengendalikan kadar kolesterol dan gula darah

manfaat jaheMenurunkan berat badan

manfaat jaheAnti inflamasi

Saya biasa mengandalkan jahe untuk mengurangi gejala flu, badan capek dan pegal-pegal atau saat kedinginan. Jahe yang sudah dicuci bersih dibakar setengah matang, kemudian direbus bersama serai, daun jeruk, kayu manis dan cengkih serta sedikit gula merah. Rasanya hangat menyegarkan. Dan yang pasti, efeknya langsung terasa. Sangat membantu saat saya harus mengejar deadline nulis tengah malam atau saat tenggorokan nggak enak.

Mau tahu cara bikinnya? Cuss tengok postingan ini.

Lumayan repot sih. Cuman, sebisa mungkin saya memang memprioritaskan pengobatan herbal sebelum minum obat. Bagaimanapun juga, saya percaya bahwa segala sesuatu yang alami selalu lebih baik.

Herbadrink sari jahe dan herbadrink lidah buaya

Seneng banget deh saya nemu solusi yang bikin hepi. Apalagi kalau bukan Herbadrink Lidah Buaya dan Herbadrink Sari Jahe. Minuman ini jadi penyelamat banget saat badan lagi butuh dopping, sementara tenaga dan waktu nggak mencukupi. Herbadrink sari jahe, sari temulawak, dan lidah buaya sugar free ini adalah varian baru loh.

Kenapa saya pilih Herbadrink? Karena meski diolah dengan teknologi modern, minuman ini memiliki kandungan alami yang sangat baik untuk kesehatan. Herbadrink Lidah Buaya mengandung 4.6 gr ekstrak lidah buaya (setara dengan 10.4 gr daun lidah buaya). Sedangkan Herbadrink Sari Jahe memiliki ekstrak jahe setara dengan 1.000 mg rimpang jahe, 100 mg ekstrak jahe enkapsulasi dan 7 g bahan alami lainnya. Yang bikin makin tenang, semua produk ini sugar free. Karena itulah, saya selalu sedia Herbadrink di rumah, dan membawanya kala bepergian.

Seperti weekend kemarin. Kebetulan kami sekeluarga ada acara di Solo. Sayangnya, kondisi pencernaan saya lagi kurang well. Beberapa hari perut mulas melilit tapi BAB kurang lancar. Selain itu, napsu makan saya juga menurun. Mungkin karena efek begah juga, jadi tiap lihat makanan rasanya malah mual. Yang bikin saya agak waswas, Kevin juga ngalamin hal yang sama. Dia malah sudah 4 hari nggak bisa BAB. Jadinya agak rewel dan menolak makan.

herbadrink lidah buaya

 

Begitu sampai hotel, saya langsung mengambil 1/2 saset herbadrink lidah buaya dan meminumkannya pada Kevin. Rasanya enak, segar dan sama sekali nggak bau jamu loh. Cocok buat anak-anak, apalgi yang sering susah ke belakang. Saya sih biasa kasih Kevin seminggu 2-3 kali. Kebetulan, hari itu belum sempat. 

Cara bikinnya seperti ini:

Sejam kemudian, Kevin bisa BAB dan nggak rewel lagi. Dia malah udah aktif berlarian di kamar.

Hotel Alana Solo

 

Si kakak beda lagi. Dia udah nggak tahan mau berenang. Berhubung Kevin nggak mau renang, jadilah kami berbagi tugas. Papi menjaga Kevin, sementara saya menemani Rafael berenang. Lumayan lah, mamak bisa narsis dikit. Kyaaa….haha.

  
Hotel Alana Solo
Hotel Alana Solo
herbadrink sari jahe

 

Ternyata, cuaca di kolam renang yang ada di lantai 2 ini cukup berangin. Tadinya, Rafael pengin berenang lebih lama. Ya iyalah, mumpung lagi di hotel mewah, puas-puasin deh. Sementara dia berenang, kan saya bisa berselfie ria *mamaknarsisantirugi*

Tapi rupanya angin kencang mengalahkan tekadnya. Niat mau berenang lama, akhirnya hanya kuat setengah jam karena kedinginan. Ditambah lagi siangnya dia hanya menyantap bakso kuah, jadilah kelaparan. So, kami memutuskan untuk segera kembali ke kamar.

“Kok nggak jajan aja, Mi?” protes Rafael sambil manyun. Dia pasti membayangkan moccalate hangat yang diseruput sambil ndomblong nonton orang renang.

“Nggak,” sahut saya cepat. “Mending minum Herbadrink Sari Jahe aja biar nggak kembung. Mami bawa kok tadi.” Hahaha. Benar-benar *mamakngirit*

Pokoknya, prinsip saya mah: kalau sudah bawa dari rumah, kenapa harus jajan? Lebih sehat, terjamin, dan pastinya hemat. Apalagi untuk anak seusia Rafael, kafein bukanlah pilihan yang tepat untuk menghangatkan badan selepas berenang.

Setelah minum sari jahe hangat plus beberapa cemilan, Rafael kembali segar. Whaaa… kamar hotel langsung ribut lagi sama celoteh dan teriakan anak-anak yang kruntelan di atas kasur. Saya dan paksu? Santai sejenak sambil menyeruput cokelat hangat di sebuh sofa yang empuk di pojok kamar. Menikmati kebersamaan yang priceless ini.

Nggak terasa, senja mulai menggantung di langit Solo. Sinarnya menyusup di antara tirai yang menutupi dinding kaca di samping kami. Dari balik tembok bening ini, siluet Merapi dan Merbabu tampak samar di kejauhan. Menyisakan keindahan alam yang luar biasa.

Hotel Alana Solo

 

“Sejatinya, manusia memang harus selaras dengan alam. Hidup di dunia modern tak serta merta membuat kita harus menjadi robot yang sibuk dan melupakan alam dengan segala kebaikannya. Sebab sesungguhnya, dari alamlah kita bisa melihat tanda-tanda kebesaran-Nya.”

 

 

Selamat menikmati hidup bersama orang-orang tersayang,

dan jangan lupa BAHAGIA ya, Moms!