“Jika kau bertanya seperti apa rupa malaikat itu, lihatlah ibumu. Dia adalah malaikat yang dikirim dari surga, jauh sebelum kamu bisa melihat rupanya. Meski tak bersayap, dia akan memastikan kamu bisa terbang tinggi pada waktunya kelak.” 

 

Malaikat tak bersayap.

Rasanya gelar itu pantas kusematkan untukmu, Ibu. Meski engkau tak selalu bisa hadir di sisiku, namun kehangatan cintamu terus mendekapku. Ribuan mil dan ratusan purnama tak pernah sanggup memisahkan kasihmu padaku. Meski kini kecantikanmu mulai pudar ditelan waktu, bagiku engkau tetaplah yang terindah.

Di balik ketegaranmu, aku tahu ada hati yang begitu rapuh dan lembut di dalamnya. Entah berapa banyak air mata yang telah tertumpah karenaku. Engkau hampir tak pernah mengizinkanku melihatmu menangis. Kecuali hari itu. Saat aku terluka dalam sebuah kecelakaan motor tepat di depan rumah kita. Kulihat air matamu membanjir meratapiku. Kau tahu Bu, waktu itu aku begitu takut tak bisa melihatmu lagi. Aku cemas membayangkan diriku sendiri terkapar di jalan dengan darah berceceran di mana-mana. Tapi Tuhan baik, Dia mengizinkan aku bertahan hingga saat ini. Aku percaya, itu semua karena doa dan tangismu.

Ah Ibu, andai engkau tahu betapa rindunya aku padamu. Aku kangen tempe goreng buatanmu, atau jangan brongkos yang tak tertandingi itu. Suapan demi suapan yang mengisi perut laparku di pagi hari, serta tatapan sumringahmu saat melihat hasil ulanganku di masa lalu. Kau tak pernah membebaniku dengan banyak hal. Bagimu, pendidikanku jauh lebih penting. Karena itulah, engkau rela mengerjakan segalanya demi aku. Kau tempatkan aku di posisi istimewa dalam hatimu dan rumahmu.

Aku telah berkeliling ke penjuru bumi, menyaksikan banyak keajaiban di kolong langit. Tapi engkaulah keajaiban terbesar dalam hidupku. Hari-hari yang berlalu begitu cepat, orang-orang yang kutemui di banyak tempat, semuanya tak mampu menghapus jejakmu dalam hatiku. Ya, kalau bukan karenamu, siapakah aku ini? Kalau bukan karena cintamu, bisakah aku bertahan hingga hari ini?

Perempuanku yang tangguh, maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu. Aku tahu engkau mungkin kecewa padaku tentang banyak hal. Tapi percayalah, tak sedikit pun aku berniat melukaimu. Mana mungkin aku sanggup menyakiti hati malaikatku? Tapi aku tetaplah manusia yang tak luput dari salah.

Tahukah engkau, Bu, betapa beratnya aku melalui banyak hal tanpa kehadiranmu? Entah sudah berapa kali rasanya aku ingin berhenti, pulang dan bermanja dalam pangkuanmu. Namun, aku tak mau menyerah. Bukankah engkau mengajariku bagaimana harus bertahan? Karena itu, meski harus berdarah-darah, aku tetap melangkah menggapai impian. Sungguh, aku tak ingin pulang dengan tangan hampa dan menghancurkan harapanmu, walau itu berarti harus merendahkan diri dan menerima roda kehidupan yang sedang membawaku ke bawah. Kutelan semuanya sendiri, karena bagiku hidup ini tanggung jawabku sepenuhnya. Cukuplah sudah engkau kurepotkan di masa lalu, saat aku bertumbuh dalam pelukanmu. Kini, waktuku untuk mengepakkan sayap dan menembus angkasa. Aku percaya, Tuhan selalu memiliki rencana yang sempurna untuk anak-anak-Nya.

Ibu, simpanlah tangismu dan angkat kepalamu. Kini anakmu telah dewasa. Sayapku tak lagi rapuh. Langitku tak lagi sendu. Telah kukalahkan badai dan gelombang kehidupan. Kakiku mampu berpijak dengan kuat dan tanganku menggenggam dunia. Tak ada lagi yang perlu kau khawatirkan. Jadi, tersenyumlah dan tataplah dunia. Di sini, selalu ada hati yang merindukanmu

Dalam diam, biarlah kuukir rindu dan cintaku kepadamu. Semoga sang waktu berbaik hati dan mengizinkanku memelukmu lagi, merasakan aroma tubuhmu seperti dulu. Saat di mana aku bertumbuh dan bergantung kepadamu.

Doa dan harapanku, semoga engkau senantiasa dilindungi oleh-Nya, diberikan kekuatan dan penghiburan serta kesehatan yang sempurna. Kiranya sisa umurmu penuh dengan sukacita dan engkau menjadi berkat buat banyak orang. Jangan pernah lelah menyerukan namaku dalam setiap doamu ya, Bu. Itu adalah kekuatan terbesar yang bisa kau kirimkan untukku.

Malam ini, bulan bersinar penuh. Kubisikkan rindu dan sayangku pada langit malam, bintang gemintang dan semilir angin. Biarlah mereka mengirimkan nada-nada cintaku kepadamu. Selama hayat dikandung badan, engkau tetaplah perempuan terindah yang pernah kumiliki. Malaikat tak bersayap yang selalu melindungiku dengan doa dan cinta. Terima kasih telah menjadi ibuku, kekasih hatiku, dan orang yang selalu mendukungku selama ini. Aku mencintaimu, Ibu!

 

“Kau mungkin memiliki banyak hal dalam hidupmu, tapi hanya ada satu ibu untukmu. Sekarang dan selamanya.”

-Bety Kristianto-

 

Surat untuk ibu

***

Tulisan ini saya buat untuk naskah buku berjudul “Dear Ayah Bunda, Suksesku Ada di RidhaMu” bersama rekan-rekan penulis perempuan, 4 tahun yang lalu. Ini adalah ungkapan hati terdalam dari seorang anak yang tak mampu memeluk ibunda selama bertahun-tahun. Tulisan yang sejatinya merupakan doa agar bisa dipertemukan kembali dengan sang malaikat tak bersayap.

Namun, sang anak tak pernah mengira tulisan ini akan dibacanya kembali dalam sunyi. Sampai hari malaikat itu kembali ke surga, sang anak tak pernah bisa bertemu kembali dengannya. Hanya tangis dan doa yang menjadi penghubung abadi di antara mereka.

Kalau hari ini kalian masih memiliki ibu, segera peluklah beliau, cium tangannya dan belailah punggungnya dengan hormat. Kalau kalian jauh, angkat teleponmu, hubungi beliau dan sapalah. Meski hanya sebentar saja, itu sangat berarti baginya. Sebab kita tak akan pernah tahu, kapan waktu kita berakhir.

Cinta anak sepanjang galah, cinta ibu sepanjang usia. Ingatlah itu selalu….

 

bety kristianto