Sebagai ibu, saya sadar bahwa ada banyak hal yang tersampir di pundak. Beragam tugas dan peran saling menimpa, membentuk gunungan beban yang seakan tanpa kata berhenti. Sejak membuka mata hingga terpejam lagi, tugas ibu tsk berkesudahan. Hahaha…. curcol deh.
Terkadang kala penat mendera, keluar jualah ocehan dari mulut mungil ini. Meski sekuat tenaga diredam, toh saya masih manusia biasa. Saat raga lelah dan letih, otak maunya konslet melulu. Di situlah mulut tak lagi sinkron dengan hati dan otak. IQ boleh lah di atas rata-rata tapi kalau sudah urusan begini, hampir semua mamak-mamak pasti akan mengeluarkan cuitan gemes bin jengkel. Hakdeezz ! 

Tapi sepenat apapun saya menjalani hari, saya tak pernah lalai mengurus kedua jagoan neon yang makin beranjak besar itu. Terutama urusan makan dan aktivitas hariannya. Gini-gini, saya selalu masak buat mereka loh. Tak pernah saya serahin urusan perut anak-anak sama pembokat alias asisten. Eh, pernah ding sebentar, pas saya kebetulan punya ART yang mantan TKW. Cuman, ya sebatas itu aja. Selebihnya, urusan belajar, tidur, dan lain-lain sebisa mungkin saya kerjain sendiri. Padahal dulu pas baru punya anak satu, saya juga masih mburuh di kantornya bule. Tiap pagi berangkat jam enam lebih dikit, dan akan landing lagi setelah maghrib. Capek?  Bangeuuud …! Tapi toh saya bisa ngejalanin itu selama hampir 10 tahun looh.. catet!

Makanya saya suka heran, pas denger ada mamak-mamak yang rela urusan anak-anaknya, terutama yang masih bebi lucu ituh, ditangani sama bebisiter. Full, alias duapuluh empat jam sehari. O, man! Saya nggak pernah tega … hiks. Sebaik apapun bebisiter itu, tetap saja dia bukan ibu bagi anak-anak saya.

Meski terkesan jadul dan sok gimanaaa gituuu, bagi saya ibu alias mamak ini adalah orang yang paling bener untuk mengasuh anak, apapun kesibukannya. Bolehlah kita sibuk dengan pekerjaan, pelayananan, kegiatan sosial, atau apapun itu, tapi urusan mempercayakan anak selama 24 jam kepada orang lain tuh nggak pernah ada dalam kamus saya. 

Bukankah kita yang mau punya anak? Kita yang hamil, ngelahirin, nyusuin en so on? Meski ada juga sik, emak yang nggak bisa atau nggak mau nyusuin. Tapi, ngasih anak tidur sama pengasuhnya atau sendirian di kamar lain itu membuat saya bergidik. Memang, saya ini ndeso, gak selalu bisa nerima konsep pendidikan barat yang katanya bikin anak lebih mandiri. Well, whatever … I dont care.
Selama mereka jadi anak saya, buat saya mereka harus berada dalam kendali dan pengawasan saya. Meski nggak bisa 24 jam mendampingi mereka, meski saya kadang butuh asisten juga, tapi saya selalu ada di saat mereka menutup mata dan bangun kembai esok hari. Saya tak pernah absen saat mereka sakit, saya hampir nggak tidur saat mereka demam. Dan saya berusaha keras memberikan ASI buat kedua anak saya. 

Saya bukan anti sama bebisiter atau asisten, cuma saya nggak pernah setuju untuk memberi kepercayaan kepada mereka untuk tampil menggantikan posisi saya sebagai ibu bagi anak-anak saya. Bagaimanapun juga, SAYA lah yang bertanggungjawab atas kehidupan anak-anak. Bukan mereka. 

Meski saya bukan ibu terbaik, saya tahu anak-anak mengerti kalau saya sayang mereka. Walau kadang mulut saya bawel, tapi mereka selalu mencari saya di kala sakit. Dan kata orang, saat sakit maka kita akan mencari kenyamanan pada orang yang paling berarti dalam hidup. 

Ah … meleleh rasanya! Knowing you are the most meaningful person on your kids’ heart is more than anything.