Salah satu cara keluarga kami menghabiskan waktu sekaligus menghilangkan penat adalah dengan plesiran tipis-tipis seputaran Jogja. Nah, Solo menjadi satu di antara sekian banyak tempat yang belakangan jadi tujuan kami menghalau waktu. Setelah menginap di The Alana dan Sahid Jaya Hotel, kali ini kami memilih Aston Hotel sebagai tempat untuk numpang tidur semalam di kotanya Jan Ethes ini.

Sebenernya, nggak ada kriteria khusus kenapa kami pilih hotel yang terletak di sekitaran jalan protokol kota Solo ini. Buat kami, yang penting budget masuk dan kamarnya tampak lega untuk ditinggali berempat ya udah, let’s go. Kebetulan, pas akhir tahun kemarin Aston Hotel menawarkan rate kamar yang cukup bersahabat. Asyiknya lagi, kamar itu memang ditujukan untuk family room, jadi pas banget. Cuss, nggak banyak pilah-pilih lagi langsung book.

Menjelang jam 3 sore, kami udah sampai di hotel setelah sebelumnya main dulu ke Susan Spa and Resort di Bandungan. Sempet bingung parkirnya di mana, akhirnya baru paham kalau harus masuk basement dulu, baru naik lagi pakai lift untuk sampai di lobi hotel.. hehehe..

Karena masih dalah masa pandemi, penerangan yang ada tampak agak remang. Selain itu, AC gedung juga tampak tidak semua dinyalain. Mungkin karena okupansi hotel masih rendah, dan untuk menghemat biaya operasional kali ya. Meski agak panas, tapi overall nggak masalah sih.

Oya untuk temen-temen yang mau nginep di sini, alamatnya ada di Jalan Slamet Riyadi No.373, Sondakan, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Pas banget berseberangan sama Heritage Batik Keris yang dulu dikenal dengan nama Omah Lowo. Jadi emang ada di tengah kota banget. Enak mau ke mana-mana.

Proses check in nggak lama dan akhirnya kami bisa masuk juga ke kamar. Sayang, pas baru sampai kamar kami langsung kecewa. Soalnya sejak booking dan checking, si papi udah wanti-wanti minta kamar yang non smoking, tapi ternyata malah dapet yang smoking room. Jadilah kami harus tunggu beberapa menit untuk pindah kamar.

Untungnya nggak butuh waktu tunggu yang terlalu lama untuk proses pindahan ini. Dari yang aslinya di lantai 2, kami jadi stay di lantai 6.

Dan inilah penampakan kamar yang kami pesan kemarin.

 

Untuk kasurnya cukup empuk menurut saya. Bantal, guling, dan sprei juga bersih dan wangi. Hanya saja, entah kenapa, bantal di hotel selalu ketinggian buat saya. Jadilah, setiap nginep di mana aja ya kudu bawa bantal sendiri. Selimutnya juga wangi dan hangat banget pas dipake bobo malem-malem.

Di meja tersedia coffee and tea set, teko pemanas air, dan gelas bersih. Untuk air minum sendiri disediakan di dispenser yang ada beberapa biji di sepanjang lorong. Jadi udah nggak pakai air mineral botolan lagi tuh. Lebih enak sih, jadi kita bisa ambil berapun yang kita butuhkan.

Seperti kebanyakan hotel lain, di sini juga nggak pakai lemari baju lagi. Jadi koper dan bawaan lainnya diletakkan di gantungan dan meja yang disediakan. It’s okay sih, jadi ruangan terasa lebih lega.

Toiletnya sendiri cukup luas dan bersih. Ada peralatan mandi lengkap, termasuk sikat dan pasta gigi, tissue toilet, handuk, keset, dan sabun cair serta shampo dalam kemasan praktis. Air panas dan dingin tersedia di semua keran, baik di wastafel maupun shower untuk mandi.

Shower stand-nya juga enakeun. Pancuran airnya kenceng tapi nggak sakit saat airnya mengucur deras. Enak buat mandiin Kevin 🙂

Meski kamarnya cukup lega dan enak, sayangnya waktu kami nginap di sana kemarin tuh ada keluarga lain yang berisik. Entah mereka stay di kamar sebelah mana, yang jelas ada suara jedak-jeduk yang cukup mengganggu. Dan walau udah komplain ke petugas, suara jedak jeduk kaki anak-anak itu masih terdengar sampai malem.l

Kolam renang ada di lantai 7 hotel. Tapi karena masih dalam suasana pandemi, kami pilih untuk enggak berenang aja. Meskipun ada yang bilang sih, air kolam renang cukup aman untuk membunuh kuman. Tapi tetep aja, karena kami nggak yakin, sepertinya pilihan untuk no swimming lebih nyaman. Meski demikian, ya ada aja yang pilih berenang santuy sama keluarganya.

Breakfast Time

Pas check in sebelumnya, petugas hotel memang sudah menginformasikan bahwa selama pandemi jam makan pagi diatur sedemikian rupa supaya tidak terjadi penumpukan tamu. Nah, kebetulan kami dapet jatah jam 7:30. Sepuluh menit sebelumnya, kami turun ke lantai 2 tempat resto berada. Sayang, sampai di sana petugas menyuruh kami menunggu dengan alasan area makan masih penuh. Ya wes, kamipun dikasih nomor antrian dan menunggu untuk dipanggil. Hihihi.. macam mau ambil sembako aja.

Berbeda dengan kondisi normal, selama pandemi ini semua menu diambilkan oleh petugas, termasuk minuman dan camilan. Kami sebenernya sangat paham protokol kesehatan selama pandemi. Hanya saja, kami cukup terganggu karena pengaturan jadwal makan untuk tamu ini kurang efektif.

Setiap orang dibatasi 20 menit untuk menyelesaikan makan pagi. Dan akhirnya hal ini nggak bisa ditepati. Ya bayangin aja, makan pagi 20 menit. Kalau sendirian sih nggak papa, lha kalo kayak kami yang bawa anak kecil kan agak susyaah ya. Belum anak rewel karena makananya nggak cocok lah, minta disuapin, lah bla bla bla. Udah gitu kemarin kami ada di area outdoor yang panase pol. Huhuhu.. gimana mau enjoy breakfast? Makan kayak diburu-buru, ditungguin sama petugas yang seolah siap nanya, “Kapan selesai?” hahaha… plis deh.

Saking betenya sama proses breakfast tadi, saya jadi kasih rating kurang bagus buat hotel ini. Seharusnya sih, bisa dicari alur yang lebih nyaman untuk para tamu, tapi tetap sesuai dengan protokol kesehatan. Meski komplain saya ditanggepin sama pihak menejemen hotel, entahlah akhirnya apa mereka mau perbaiki untuk next day-nya.

Dulu, saya pernah nginep di sebuah hotel di Semarang yang rela membuka ruangan untuk memberi tempat bagi pengunjung menikmati breakfast dengan nyaman tanpa berdesakan dengan tamu lain. Saya pikir ini akan jauh lebih menguntungkan untuk tamu dan pengelola hotel. Semoga aja sih mereka mau berubah.

Untuk menu breakfast sendiri cukup mimimalis menurut saya. Ada bubur ayam, nasi goreng, nasi putih, dengan dua macam sayur dan bihun goreng. Sementara lauk yang disediakan adalah ayam pedas.

Selain itu ada juga stall kudapan ringan yang menyediakan beberapa jajan pasar, roti, cake, pastry, dan stall buah yang menawarkan potongan semangka, pepaya dan melon yang sudah dikemas dalam wadah kecil dan dibungkus dengan plastik bening.

Selain itu, kita juga bisa memesan omelet atau telur dadar, roti bakar, dan nasi liwet khas Solo di stall lain.

Untuk rasa makanan sendiri so-so sih. Bahkan jajan pasarnya sendiri lebih enak jajanan sejenis yang dijual di deket rumah wkwkwk… Nggak ada yang signature dan membekas gitu.

Over all, pengalaman nginap di Aston Hotel ini saya kasih rating 3.5 dari 5 bintang.

Yang jadi poin plus nginap di sini adalah:

  1. Lokasinya strategis.
  2. Ruang kamarnya lega dan nyaman.
  3. Toiletnya lengkap, ketersediaan air panas dan dingin oke.
  4. Kasur dan perlengkapan tidurnya nyaman, nggak bikin pegel di badan.
  5. Room rate-nya cukup bersahabat.

Sedangkan poin kurangnya adalah:

  1. Pengalaman breakfast-nya kurang mengenakkan.
  2. Petugasnya kurang tanggap. Terbukti sempat salah kasih room type.
  3. Desain kamar kurang well, suara jedak-jeduk dari tetangga kamar cukup mengganggu.

But, please note ya… kondisi ini sangat personal dan subjective. Mungkin saja temen-temen akan ngalamin hal yang berbeda dengan kami berempat. Jadi, kalau mau nginap di sini feel free aja.

Jadi, mau nginep di mana weekend nanti?