Risiko Hamil di Usia 40 – Hamil dan melahirkan di usia yang enggak lagi muda, bukan perkara mudah loh. Hal ini saya buktikan sendiri. Pas hamil Rafael, usia saya masih kinyis-kinyis. Bahkan belum nyentuh angka 25 tahun. Waktu itu saya masih aktif ngantor, naik motor tiap hari, dan ngelakuin ini itu sendiri. Nah pas hamil Kevin, which is beda 9 tahun, saya harus ngos-ngosan karena badan rasanya ngga fit banget.

Well, setiap kehamilan sejatinya memang memiliki risiko keguguran dan beragam komplikasi lainnya. Ada banyak cerita bumil yang mengalami kejadian nggak mengenakkan, meskipun kehamilannya terjadi di usia yang masih cukup aman. Tapi, risiko ini akan berlipat seiring makin tua usia ibu. Apalagi kondisi fisik umumnya berbanding lurus dengan umur.

Usia ideal untuk hamil umumnya adalah antara rentang 25-35 tahun. Pada umur segitu, fisik calon ibu memang lagi jos-josnya untuk mengandung. Sayangnya, ada saja alasan yang membuat banyak perempuan menunda untuk mengandung. Mulai dari alasan karier, job, ataupun ‘sekedar’ happy-happy nikmatin masa muda.

Emang, nggak ada salahnya sih nikmatin masa muda. Tapi.. kalau kalian pengen punya momongan, ada baiknya tetap memprioritaskan kehamilan sebelum usia 40 ya. Selain masih jos kondisi fisiknya, juga biar nanti pas anak udah gede, emaknya masih keliatan muda kayak saya. Hi-hi-hi.

 

risiko hamil di usia 40

Berikut beberapa risiko hamil di usia 40 tahun plus

Perubahan fisik selama kehamilan

Selama hamil, so pasti bentuk tubuh akan berubah. Nggak hanya melar ke sana-sini, tubuh bumil bisa jadi kayak karung goni yang biasanya dibarengi dengan beberapa keluhan khas. Mulai dari pinggang yang pegal, kaki cekut-cekut, tangan keram atau semutan, juga keluhan tak nyaman di sekujur tubuh. Saya malah, pas hamil kedua (padahal masih under 35), rasanya badan dari ujung kepala ke ujung kaki bengkak semua. Jangankan ujung kaki, ngelihat paha sendiri aja rasanya sulit saking gedenya badan ini melar. Nggak tahan berdiri dan duduk terlalu lama, akhirnya saya cenderung rebahan sepanjang hari. Bikin badan makin enggak fit.

Padahal, idealnya bumil tetap disarankan untuk aktif bergerak agar kondisi fisiknya tetep fit. Tapi apa daya, tubuh lebih sering menolak ketimbang bergerak. Nah, hal ini harus dipertimbangkan, terutama buat calon bumil yang masih gawe di kantor. Kan gak mungkin gogoleran di kantor tiap hari, kan?

Risiko kehamilan setelah usia 40 tahun

Risiko kehamilan pas usia matang termasuk tinggi, apalagi kalau sebelumnya udah punya riwayat sakit. Misalnya diabetes, tekanan darah tinggi, atau tiroid. Kondisi seperti ini bisa memicu terjadinya preeklampsia dan komplikasi kehamilan lainnya. Selain itu juga bisa memengaruhi janin, karena berisiko membuatnya lahir dengan berat badan rendah, atau bahkan prematur. Ibu hamil dengan usia yang lebih tua, juga memiliki risiko lebih tinggi melahirkan secara cesar.

Peluang bayi terkena down syndrome

Risiko ini sebetulnya bisa saja terjadi pada bumil dengan usia berapapun. Tapi, risiko ini meningkat beberapa kali lipat seiring makin tua umur si ibu. Karena itu, calon ibu yang ingin hamil di usia 40-an sangat disarankan untuk melakukan skrining down syndrome ini. Calon ibu dengan usia 25-an memiliki peluang 1:12.000 melahirkan bayi dengan down syndrome. Risiko ini meningkat menjadi 1:100 di usia bumilnya 40 tahun dan menjadi 1:10 untuk bumil dengan usia 49 tahun ke atas.

Saya sendiri memiliki teman dengan kasus seperti ini. Kehamilan di atas 40 tahun, dengan ayah berusia di atas 50 tahun. Memang, semua ini adalah kuasa Tuhan, tapi secara teori risiko terjadinya kelahiran dengan down syndrome sesuai dengan apa yang saya tulis di atas.

Risiko saat melahirkan

Persalinan di atas 40 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena komplikasi, terlebih jika itu adalah kehamilan pertama. Ibu bisa saja mengalami pendarahan, harus mendapatkan induksi, atau juga melakukan bedah cesar.

Kesehatan pasca persalinan

Mengingat tingginya risiko kehamilan dan kelahiran di atas usia 40 tahun, bayi pun memiliki risiko tinggi terkait kesehatannya. Meski demikian, dengan perawatan dan penanganan yang baik, teknologi kesehatan yang modern dan tentu saja spirit yang positif dari semua pihak, hal ini bisa dihindari. Yang penting, konsultasikan diri selama masa kehamilan, menjelang persalinan dan nikmati masa-masa kehamilan sebanyak yang kita bisa.

Karena itu, sangat penting buat kita memilih dokter kandungan yang sesuai sama keinginan, biar nyaman selama sesi konsultasi dan melahirkan. Selain itu, support system dari keluarga terdekat juga nggak kalah penting. Hamil dan melahirkan itu nggak sekedar ibuk mblendung dan bapak mbayarin biaya melahirkan, kan? FYI, biaya ngelahirin di Jogja udah mayan mahal buk, palagi yang di kota besar yaa…

Faktor utama sebelum memutuskan untuk hamil adalah kesiapan mental calon ibu dan ayah. Karena itu, persiapkan diri sebaik mungkin sebelum tiba-tiba telat haid dan jreng-jreng! Dah ada debay di perut, baru deh oleng. Kebetulan, dua kali kehamilan saya bener-bener diplanning. Tujuannya biar saya bisa enjoy dan tetep waras selama hamil, melahirkan, dan menyusui.

Udah segitunya hamil diplanning, tetep aja abis ngelahirin si sulung saya kena baby blues syndrome yang cukup parah. Puji Tuhan, semua berakhir bahagia.

Ini cerita saya tentang kehamilan yang penuh warna. Kalian punya cerita apa? Boleh loh dishare di kolom komentar.

 

Stay healthy ya Moms!

bety kristianto